Author
pov
Mobil
hitam itu terus melaju munyusuri jalanan. Takaoka-san supir keluarga Nakajima
sibuk dibelakang kemudi. Dikursi tengah Yuto sedang sibuk dengan kameranya,
merekam kegiatan liburan musim panas yang sudah berakhir. Ia tengah sibuk
mewawancarai gadis yang duduk disebelahnya, Shiori.
“nee,
gimana kesan liburan kali ini?” tanya Yuto bak jurnalis.
“seruu
bangett! ini pertama kalinya aku liburan di vila pribadi di pinggir pantai
lagi”. Jawab Shiori girang.
“aku
juga banyak belajar masak dari Ryo-nii”. Lanjutnya.
“aku
ingin makan masakan Shiorin”. UcapYuto jujur.
“haha,
jya nanti kubuatkan kare raisu ya”.
“yeyy,
oh ya lanjutin kesanmu lagi dong”.
“ah
iya lanjut ya, tapi di hari terakhir kita kesenangan itu berganti jadi
ketegangan. Dimalam terakhir tidur kita nggak nyenyak, Ryosuke-kun kembali
ngelakuin hal aneh, untung nggak terjadi hal yang gawat. Tapi ada yang buat aku
penasaran, nee-chan ema itu”. Kini
Yuto mulai mengarahkan kameranya ke arah Haruna yang duduk di kursi belakang
disebelahnya Ryosuke sedang terlelap dibahunya.
“Ema yang kalian bilang itu? ” Yuto
terlihat begitu penasaran.
“Yamada-kun
dia hanya kesepian, tuhan tolonglah dia”. Ucap Haruna mengutip tulisan di
lempengan kayu itu. Wajah Yuto mengkerut bingung.
“aku
penasaran jika Keito memiliki harapan baik utuk Ryosuke kenapa ia melakukan hal
seperti kemarin” mereka terdiam cukup lama untuk mencerna semuanya.
“Tapi
bukankah Ryosuke-kun bilang, ia bertemu Keito-kun ketika hari sudah gelap pasti
Keito-kun menuliskannya sebelum kejadian dipinggir pantai itu. Bisa saja ia
berubah pikiran, siapa sih yang nggak kesal barang berharganya dibuang”.
Komentar Shiori. Ada benarnya juga ucapannya, tapi siapa yang tahu isi hati
Keito sebenarnya.
“Jalan
satu-satunya kita datang kerumahnya, pasti ia meninggalkan sebuah wasiat bukan.
Aku yakin Ia meluapkan semua perasaannya selama ini di dalamnya”. Tambah Yuto.
“tapi
Ryosuke kan sudah bilang Ia takan pernah kesana”. Mendadak suasana menjadi
sunyi. Hanya suara halus mesin mobil yang berbunyi. Mereka sibuk dengan
pikirannya masaing-masing. berusaha mencari sebuah alternatif lain. Namun
sepertinya hasilnya nihil.
“aku
akan kesana, tapi . . .” Ryosuke tiba-tiba bersuara. Ia belum terlelap rupanya.
“tapi
tolong temani aku” Senyuman merekah pada ketiganya.
“tentu
saja”. ucapnya bersamaan. Kedua sisi bibir Ryosuke tertarik lebar. Ia bersyukur
memiliki mereka. Ia memutuskan takan kabur dari masalahnya. Entah makian apa
yang akan diterimannya begitu sampai disana. Tapi ia yakin selagi bersama
kawan-kawannya mereka akan baik-baik saja.
***
4
pasang kaki itu berhenti di depan sebuah apartemen kecil pinggir kota. Letaknya
cukup jauh dari stasiun dimana mereka berhenti tadi. Udara tengah hari dimusim
panas membuat mereka berkeringat. Pria berambut coklat itu lalu memencet bell
didepanya. Tidak ada jawaban. Entah ia harus lega atau kecewa. Sekali lagi ia
pencet. Namun lagi-lagi tak ada jawaban. Ia menatap kawan-kawannya bingung.
“coba
sekali lagi”. Saran Yuto. Padahal ia berharap kawannya mengajaknya pulang saja
menikmati segelas es segar. Ryosuke pun kembali memencet bell rumah itu.
“beneran
nih kosong” Keluh Shiori.
“Yaudah
besok kesini aja lagi”. Saran Haruna. Mereka pun sepakat untuk pulang, udara
yang panas membuat mereka tak betah berada di luar. Saat mereka berbalik hendak
pulang, seorang lelaki datang membawa sekantong plastik belanjaan.
“maaf,
mencari siapa ya?”. Tanya lelaki berambut hitam itu.
“ah,
kami mencari Okamoto-san”.
“Ah,
kalian pasti teman-teman Keito ya. Saya Ayahnya silahkan masuk”. Ryosuke,
Haruna, Yuto, dan Shiori agak tak percaya lelaki di depannya adalah ayah Keito.
Dari wajahnya tak Nampak sudah memiliki anak berusia belasan tahun. Rambut
hitamnya yang panjang dibiarkan tergerai. Wajahnya yang mulus masih terlihat
segar hanya kerutan-kerutan halus yang muncul di matanya jika sedang berbicara.
Rumah
itu tak begitu luas dengan satu kamar tidur, kamar mandi, sebuah dapur kecil,
dan ruang tengah tempat untuk bersantai. Mereka berempat duduk mengitari meja
berberntuk persegi panjang itu. Jedela rumah dibiarkan terbuka agar udara bisa
masuk. Tak ada pendingin udara disini hanya ada sebuah kipas yang diletakan
dipojok ruangan. Keringat Ryosuke mengucur
deras, bukan hanya karna kepanasan tapi juga karna gugup. Sudah beberapa kali
ia mengelap keringatnya dengan sapu tangan tapi tetap basah. Ayah Keito lalu
datang membawakan 4 gelas oolong teh
dingin. Lalu duduk bergabung bersama mereka. Nyali Ryosuke menciut,
padahal sudah diputuskan ia yang akan
membuka pembicaraan. Teman-temannya hanya datang menemani. Haruna yang
menyadari kegugupan kekasihnya menggenggam tangannya erat, berusaha
menguatkanya.
“Jadi
ada urusan apa kalian kesini?” Tanya Ayah Keito menyelidik.
“Se
. . . sebelumnya saya perkenalkan dahulu, lelaki yang memakai baju bergaris itu
Nakajima, gadis disebelahnya Tamai, gadis disamping saya Kawaguchi, dan saya
sendiri …” Ryosuke memberikan jeda sebelum menyebut namanya sendiri rasanya
susah sekali keluar dari mulutnya.
“Y…
Ya …Yamada Ryosuke”. Wajah lelaki
berambut gondrong itu berubah menjadi tegang ada kebencian yang tersirat dari
manik matanya. Tak ada reaksi dari ayah Keito, Ryosuke pun lupa melanjutkan
dialognya, sampai Haruna menyenggol lengan kekasihnya.
“aa,
dan saya datang untuk menembalikan ini”. Ayah Keito mengambil kalung ditangan
Ryosuke dengan wajah kaget.
“Keito
bilang kau membuangnya?!” Tanyanya sedikit emosi.
“Maaf”
“BUKAN
JAWABAN ITU YANG KUMAU!” Emosinya akhirnya benar-benar pecah. Ryosuke terlihat
tegang begitu juga yang lain.
“Saya
hanya pura-pura membuangnya, padahal yang kulempar hanya sebuah batu kecil.
Saya tahu apa yang kulakukan tak bisa dimaafkan, tapi saya benar-benar minta
maaf”. Ucap Ryosuke sambil bedogeza. Namun lelaki itu masih menatapnya marah.
“Saya
memang tak berhak mengatakannya, tapi Ryosuke sudah mengalami banyak hal sulit
karna kesalahannya. Jadi tolong maafkan dia”. Tambah Haruna lalu ia ikut
bersujud, Yuto dan Shiori lalu melakukan hal yang sama. Lelaki itu masih
terdiam sambil mengelus-elus dadanya. Tanpa sepatah katapun ia masuk kedalam
kamarnya. Ryosuke menatap kawan-kawannya pasrah. Tak lama kemudian Ayah Keito
kembali dengan sekeping cd dengan tulisan ‘untuk Yamada’.
“Keito,
Anak itu mirip sekali dengan Ibunya, jika Aku jadi dirinya aku tak akan pernah
memaafkanmu”. Ucap Ayah Keito sambil menyodorkan kepingan CD itu. Dengan ragu
tangan itu menerima barang itu.
“Pulanglah
sebelum aku membuatmu babak belur”. Ryosuke menatap pria itu tak percaya, ia
membungkuk hormat lalu bergegas pulang. Keputusannya untuk datang adalah hal
tepat paling tidak kini ia semakin dekat mengetahui isi hati Keito sebenarnya.
***
Cahaya
matahari menembus kaca jendela kamar Ryosuke. 4 remaja itu sedang duduk diatas
sofa empuk
berwarna merah. Diatas meja tergeletak sebuah kue berlapis krim
putih dan stoberi diatasnya. 4 potongan kecil kue itu tertata apik diatas
piring. 4 gelas jus jeruk segar melengkapinya.Ibu Ryosuke yang mebuatkannya,
semenjak Ryosuke kecelakaan hubungannya dan keluarganya semakin baik. Meskipun
masih hidup terpisah karna sekolahnya. Seminggu sekali ia pulang rumahnya. Sikap
ayahnya yang biasanya dingin pun mulai mencair. Ryosuke kini sering diajak
makan malam bersama rekan kerja ayahnya.
Layar
tipis dan lebar itu menempel di dinding kamar Ryosuke. Ke-3nya focus menatap
layar itu. Kecuali Shiori yang mulai sibuk dengan kuenya. Dalam layar itu
gambar Keito terpampang jelas. Lelaki itu duduk di ranjangnya sambil menatap
lurus kedepan. Kulitnya yang putih terlihat pucat. Lengan kanannya tesambung
dengan selang infus. Sedangkan lengan kirinya terbalut kain kasa tebal.
Dada
Ryosuke berdebar, rasa takut dan penasaran bercampur. Gadis disampingnya
menepuk punggungnya pelan, lalu menatap Ryosuke sambil tersenyum manis. Seolah
mengatakan ‘Semuanya akan baik-baik saja’.
“Halo
Keito disini, Yamada-kun kau sedang melihatku kan. Aku membuat Video ini khusus
untukmu. Banyak hal yang ingin kusampaikan padamu. Tapi kurasa waktuku tak banyak
jadi kuputuskan membuat video ini”. Keito berhenti sejenak, wajahnya tetap tenang
seperti biasa.
“Oke
aku mulai saja. Biar kutebak pasti kau menyalahkan dirimu atas kematianku kan?.
Tapi aku tak mati karena kau menyuruhku mati. Kau salah, aku memang mengiris
lengan kiriku tapi aku tak mati karna ini.” Ryosuke menatap layar itu tak
percaya.
“Kau
tahu aku benar-benar marah padamu dihari terakhir liburan kita. Begitu sampai
rumah aku langsung mengiris nadiku tapi sialnya ayahku memergokinya. Ia bilang
jika ingin membuatmu menderita aku harus mati tepat dihadapanmu, bukan seperti
ini. Aku benar-benar baik saja, meskipun aku dibawa kerumah sakit. Tapi malam
harinya penyakitku kambuh, aku menderita penyakit yang sama seperti ibuku. Dan
aku sudah tahu sejak kecil hidupku takan lama.”
“Mungkin
kau takan ingat tapi kita berada di TK yang sama. Sejak kecil aku adalah anak
yang pendiam dan tak punya teman. Berbeda sekali denganmu yang pintar dan punya
banyak teman. Tahun terakhir di festival olahraga penyakitku kambuh, dan kau
datang menggendongku sambil berlari menuju sensei. Sejak saat itu aku
mengaggumimu. Waktu pun berlalu aku tumbuh menjadi orang yang hangat dan punya
banyak teman. Aku berharap bisa kembali bertemu dengamu. dan tuhan mengabulkan
doaku, namun aku kecewa kau berubah. Kau selalu memakiku, menendangiku. Aku
tahu hidupmu tak mudah dan kau kehilangan teman-temanmu. Aku sabar menerima
perlakuanmu karna tak ingin orang lain tersakiti. Tapi tak apa aku memaafkanmu.
Aku yakin sekarang kau sudah berubah kan? Kau sudah menemukan teman yang baik
kan?”
“ah
Ayahku bilang sekali-kali membalasmu tak apa. Dengan keadaanku yg seperti ini
sepertinya tak mungkin. Tapi Aku yakin hari itu akan tiba, dan aku pastikan kau
akan menangis ketakutan. hahaha. Jya sayonara ”
pip
Layar
itu berubah menjadi hitam. “Kau hampir membuatku mati ketakutan tauk”. Umpatnya
kesal.
Ryosuke
terisak. Rasa lega, sedih, marah, bahagia semuanya bercampur jadi satu.
Haruka
mengelus pundaknya pelan, sepasang bola matanya yang indah terlihat berair.
Namun gadis itu masih bisa menahannya, senyumnya merekah lebar berusaha menghibur Ryosuke. Lelaki
itu membalas senyum itu lebar sambil mengusap wajahnya. Ia menatap kawannya
secara bergantian. Yuto lelaki jangkung itu adalah lelaki yang baik dan banyak
bicara, meskipun kehilangan kekasihnya sempat membuatnya gila. Dengan Shiori
yang kini selalu disampingnya membuatnya kembali menjadi dirinya yang hangat. Lelaki
itu masih sangat merasa bersalah hampir membunuhnya. Tak heran jika sedang dalam
masalah Yuto tak segan-segan untuk menolongnya.
Shiori gadis manis yang sangat suka makan dan juga banyak bicara, meskipun
terkadang menjengkelkan karena tingkahnya yang kadang kekanakan. Akhir-akhir
ini Ryosuke dan Shiori sering menghabiskan waktu bersama untuk memasak.
Haruna,
bagi Ryosuke gadis yang terindah yang pernah ia temui. Sepasang matanya yang
lebar selalu membuatnya berdebar. Pertemuan pertama mereka Haruna dengan sabar
menolongnya, saat itu juga Ryosuke terkesan pada kebaikan hatinya. Semakin
mengenalnya semakin Ryosuke gadis itu. Ia benar-benar bersyukur memilika
kekasih seperti Haruna dan sahabat seperti Yuto juga Shiori. Dan untuk Keito,
Ryosuke yakin kau juga bahagia disana bersama Ibumu. Meskipun singkat
terimakasih telah menjadi bagian hidup Ryosuke.
Owari
0 komentar:
Posting Komentar