ghee na chan. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Please, stop bully him! (SP 4) End





Author pov 

Mobil hitam itu terus melaju munyusuri jalanan. Takaoka-san supir keluarga Nakajima sibuk dibelakang kemudi. Dikursi tengah Yuto sedang sibuk dengan kameranya, merekam kegiatan liburan musim panas yang sudah berakhir. Ia tengah sibuk mewawancarai gadis yang duduk disebelahnya, Shiori.

“nee, gimana kesan liburan kali ini?” tanya Yuto bak jurnalis.
“seruu bangett! ini pertama kalinya aku liburan di vila pribadi di pinggir pantai lagi”. Jawab Shiori girang.
“aku juga banyak belajar masak dari Ryo-nii”. Lanjutnya.
“aku ingin makan masakan Shiorin”. UcapYuto jujur.
“haha, jya nanti kubuatkan kare raisu ya”.
“yeyy, oh ya lanjutin kesanmu lagi dong”.
“ah iya lanjut ya, tapi di hari terakhir kita kesenangan itu berganti jadi ketegangan. Dimalam terakhir tidur kita nggak nyenyak, Ryosuke-kun kembali ngelakuin hal aneh, untung nggak terjadi hal yang gawat. Tapi ada yang buat aku penasaran, nee-chan ema itu”. Kini Yuto mulai mengarahkan kameranya ke arah Haruna yang duduk di kursi belakang disebelahnya Ryosuke sedang terlelap dibahunya.
Ema yang kalian bilang itu? ” Yuto terlihat begitu penasaran.
“Yamada-kun dia hanya kesepian, tuhan tolonglah dia”. Ucap Haruna mengutip tulisan di lempengan kayu itu. Wajah Yuto mengkerut bingung.
“aku penasaran jika Keito memiliki harapan baik utuk Ryosuke kenapa ia melakukan hal seperti kemarin” mereka terdiam cukup lama untuk mencerna semuanya.
“Tapi bukankah Ryosuke-kun bilang, ia bertemu Keito-kun ketika hari sudah gelap pasti Keito-kun menuliskannya sebelum kejadian dipinggir pantai itu. Bisa saja ia berubah pikiran, siapa sih yang nggak kesal barang berharganya dibuang”. Komentar Shiori. Ada benarnya juga ucapannya, tapi siapa yang tahu isi hati Keito sebenarnya.
“Jalan satu-satunya kita datang kerumahnya, pasti ia meninggalkan sebuah wasiat bukan. Aku yakin Ia meluapkan semua perasaannya selama ini di dalamnya”. Tambah Yuto.
“tapi Ryosuke kan sudah bilang Ia takan pernah kesana”. Mendadak suasana menjadi sunyi. Hanya suara halus mesin mobil yang berbunyi. Mereka sibuk dengan pikirannya masaing-masing. berusaha mencari sebuah alternatif lain. Namun sepertinya hasilnya nihil.
“aku akan kesana, tapi . . .” Ryosuke tiba-tiba bersuara. Ia belum terlelap rupanya.
“tapi tolong temani aku” Senyuman merekah pada ketiganya.
“tentu saja”. ucapnya bersamaan. Kedua sisi bibir Ryosuke tertarik lebar. Ia bersyukur memiliki mereka. Ia memutuskan takan kabur dari masalahnya. Entah makian apa yang akan diterimannya begitu sampai disana. Tapi ia yakin selagi bersama kawan-kawannya mereka akan baik-baik saja.

***

4 pasang kaki itu berhenti di depan sebuah apartemen kecil pinggir kota. Letaknya cukup jauh dari stasiun dimana mereka berhenti tadi. Udara tengah hari dimusim panas membuat mereka berkeringat. Pria berambut coklat itu lalu memencet bell didepanya. Tidak ada jawaban. Entah ia harus lega atau kecewa. Sekali lagi ia pencet. Namun lagi-lagi tak ada jawaban. Ia menatap kawan-kawannya bingung.

“coba sekali lagi”. Saran Yuto. Padahal ia berharap kawannya mengajaknya pulang saja menikmati segelas es segar. Ryosuke pun kembali memencet bell rumah itu.
“beneran nih kosong” Keluh Shiori.
“Yaudah besok kesini aja lagi”. Saran Haruna. Mereka pun sepakat untuk pulang, udara yang panas membuat mereka tak betah berada di luar. Saat mereka berbalik hendak pulang, seorang lelaki datang membawa sekantong plastik  belanjaan.
“maaf, mencari siapa ya?”. Tanya lelaki berambut hitam itu.
“ah, kami mencari Okamoto-san”.
“Ah, kalian pasti teman-teman Keito ya. Saya Ayahnya silahkan masuk”. Ryosuke, Haruna, Yuto, dan Shiori agak tak percaya lelaki di depannya adalah ayah Keito. Dari wajahnya tak Nampak sudah memiliki anak berusia belasan tahun. Rambut hitamnya yang panjang dibiarkan tergerai. Wajahnya yang mulus masih terlihat segar hanya kerutan-kerutan halus yang muncul di matanya jika sedang berbicara.
Rumah itu tak begitu luas dengan satu kamar tidur, kamar mandi, sebuah dapur kecil, dan ruang tengah tempat untuk bersantai. Mereka berempat duduk mengitari meja berberntuk persegi panjang itu. Jedela rumah dibiarkan terbuka agar udara bisa masuk. Tak ada pendingin udara disini hanya ada sebuah kipas yang diletakan dipojok ruangan. Keringat Ryosuke  mengucur deras, bukan hanya karna kepanasan tapi juga karna gugup. Sudah beberapa kali ia mengelap keringatnya dengan sapu tangan tapi tetap basah. Ayah Keito lalu datang membawakan 4 gelas oolong teh dingin. Lalu duduk bergabung bersama mereka. Nyali Ryosuke menciut, padahal  sudah diputuskan ia yang akan membuka pembicaraan. Teman-temannya hanya datang menemani. Haruna yang menyadari kegugupan kekasihnya menggenggam tangannya erat, berusaha menguatkanya.

“Jadi ada urusan apa kalian kesini?” Tanya Ayah Keito menyelidik.
“Se . . . sebelumnya saya perkenalkan dahulu, lelaki yang memakai baju bergaris itu Nakajima, gadis disebelahnya Tamai, gadis disamping saya Kawaguchi, dan saya sendiri …” Ryosuke memberikan jeda sebelum menyebut namanya sendiri rasanya susah sekali keluar dari mulutnya.
“Y… Ya …Yamada Ryosuke”.  Wajah lelaki berambut gondrong itu berubah menjadi tegang ada kebencian yang tersirat dari manik matanya. Tak ada reaksi dari ayah Keito, Ryosuke pun lupa melanjutkan dialognya, sampai Haruna menyenggol lengan kekasihnya.
“aa, dan saya datang untuk menembalikan ini”. Ayah Keito mengambil kalung ditangan Ryosuke dengan wajah kaget.
“Keito bilang kau membuangnya?!” Tanyanya sedikit emosi.
“Maaf”
“BUKAN JAWABAN ITU YANG KUMAU!” Emosinya akhirnya benar-benar pecah. Ryosuke terlihat tegang begitu juga yang lain.
“Saya hanya pura-pura membuangnya, padahal yang kulempar hanya sebuah batu kecil. Saya tahu apa yang kulakukan tak bisa dimaafkan, tapi saya benar-benar minta maaf”. Ucap Ryosuke sambil bedogeza. Namun lelaki itu masih menatapnya marah.
“Saya memang tak berhak mengatakannya, tapi Ryosuke sudah mengalami banyak hal sulit karna kesalahannya. Jadi tolong maafkan dia”. Tambah Haruna lalu ia ikut bersujud, Yuto dan Shiori lalu melakukan hal yang sama. Lelaki itu masih terdiam sambil mengelus-elus dadanya. Tanpa sepatah katapun ia masuk kedalam kamarnya. Ryosuke menatap kawan-kawannya pasrah. Tak lama kemudian Ayah Keito kembali dengan sekeping cd dengan tulisan ‘untuk Yamada’.
“Keito, Anak itu mirip sekali dengan Ibunya, jika Aku jadi dirinya aku tak akan pernah memaafkanmu”. Ucap Ayah Keito sambil menyodorkan kepingan CD itu. Dengan ragu tangan itu menerima barang itu.
“Pulanglah sebelum aku membuatmu babak belur”. Ryosuke menatap pria itu tak percaya, ia membungkuk hormat lalu bergegas pulang. Keputusannya untuk datang adalah hal tepat paling tidak kini ia semakin dekat mengetahui isi hati Keito sebenarnya.

***

Cahaya matahari menembus kaca jendela kamar Ryosuke. 4 remaja itu sedang duduk diatas sofa empuk 
berwarna merah. Diatas meja tergeletak sebuah kue berlapis krim putih dan stoberi diatasnya. 4 potongan kecil kue itu tertata apik diatas piring. 4 gelas jus jeruk segar melengkapinya.Ibu Ryosuke yang mebuatkannya, semenjak Ryosuke kecelakaan hubungannya dan keluarganya semakin baik. Meskipun masih hidup terpisah karna sekolahnya. Seminggu sekali ia pulang rumahnya. Sikap ayahnya yang biasanya dingin pun mulai mencair. Ryosuke kini sering diajak makan malam bersama rekan kerja ayahnya.
Layar tipis dan lebar itu menempel di dinding kamar Ryosuke. Ke-3nya focus menatap layar itu. Kecuali Shiori yang mulai sibuk dengan kuenya. Dalam layar itu gambar Keito terpampang jelas. Lelaki itu duduk di ranjangnya sambil menatap lurus kedepan. Kulitnya yang putih terlihat pucat. Lengan kanannya tesambung dengan selang infus. Sedangkan lengan kirinya terbalut kain kasa tebal.

Dada Ryosuke berdebar, rasa takut dan penasaran bercampur. Gadis disampingnya menepuk punggungnya pelan, lalu menatap Ryosuke sambil tersenyum manis. Seolah mengatakan ‘Semuanya akan baik-baik saja’.

“Halo Keito disini, Yamada-kun kau sedang melihatku kan. Aku membuat Video ini khusus untukmu. Banyak hal yang ingin kusampaikan padamu. Tapi kurasa waktuku tak banyak jadi kuputuskan membuat video ini”.  Keito berhenti sejenak, wajahnya tetap tenang seperti biasa.
“Oke aku mulai saja. Biar kutebak pasti kau menyalahkan dirimu atas kematianku kan?. Tapi aku tak mati karena kau menyuruhku mati. Kau salah, aku memang mengiris lengan kiriku tapi aku tak mati karna ini.” Ryosuke menatap layar itu tak percaya.
“Kau tahu aku benar-benar marah padamu dihari terakhir liburan kita. Begitu sampai rumah aku langsung mengiris nadiku tapi sialnya ayahku memergokinya. Ia bilang jika ingin membuatmu menderita aku harus mati tepat dihadapanmu, bukan seperti ini. Aku benar-benar baik saja, meskipun aku dibawa kerumah sakit. Tapi malam harinya penyakitku kambuh, aku menderita penyakit yang sama seperti ibuku. Dan aku sudah tahu sejak kecil hidupku takan lama.”
“Mungkin kau takan ingat tapi kita berada di TK yang sama. Sejak kecil aku adalah anak yang pendiam dan tak punya teman. Berbeda sekali denganmu yang pintar dan punya banyak teman. Tahun terakhir di festival olahraga penyakitku kambuh, dan kau datang menggendongku sambil berlari menuju sensei. Sejak saat itu aku mengaggumimu. Waktu pun berlalu aku tumbuh menjadi orang yang hangat dan punya banyak teman. Aku berharap bisa kembali bertemu dengamu. dan tuhan mengabulkan doaku, namun aku kecewa kau berubah. Kau selalu memakiku, menendangiku. Aku tahu hidupmu tak mudah dan kau kehilangan teman-temanmu. Aku sabar menerima perlakuanmu karna tak ingin orang lain tersakiti. Tapi tak apa aku memaafkanmu. Aku yakin sekarang kau sudah berubah kan? Kau sudah menemukan teman yang baik kan?”
“ah Ayahku bilang sekali-kali membalasmu tak apa. Dengan keadaanku yg seperti ini sepertinya tak mungkin. Tapi Aku yakin hari itu akan tiba, dan aku pastikan kau akan menangis ketakutan. hahaha. Jya sayonara ”

pip

Layar itu berubah menjadi hitam. “Kau hampir membuatku mati ketakutan tauk”. Umpatnya kesal.
Ryosuke terisak. Rasa lega, sedih, marah, bahagia semuanya bercampur jadi satu. 

Haruka mengelus pundaknya pelan, sepasang bola matanya yang indah terlihat berair. Namun gadis itu masih bisa menahannya, senyumnya  merekah lebar berusaha menghibur Ryosuke. Lelaki itu membalas senyum itu lebar sambil mengusap wajahnya. Ia menatap kawannya secara bergantian. Yuto lelaki jangkung itu adalah lelaki yang baik dan banyak bicara, meskipun kehilangan kekasihnya sempat membuatnya gila. Dengan Shiori yang kini selalu disampingnya membuatnya kembali menjadi dirinya yang hangat. Lelaki itu masih sangat merasa bersalah hampir membunuhnya. Tak heran jika sedang dalam masalah Yuto tak  segan-segan untuk menolongnya. Shiori gadis manis yang sangat suka makan dan juga banyak bicara, meskipun terkadang menjengkelkan karena tingkahnya yang kadang kekanakan. Akhir-akhir ini Ryosuke dan Shiori sering menghabiskan waktu bersama untuk memasak.

 Haruna, bagi Ryosuke gadis yang terindah yang pernah ia temui. Sepasang matanya yang lebar selalu membuatnya berdebar. Pertemuan pertama mereka Haruna dengan sabar menolongnya, saat itu juga Ryosuke terkesan pada kebaikan hatinya. Semakin mengenalnya semakin Ryosuke gadis itu. Ia benar-benar bersyukur memilika kekasih seperti Haruna dan sahabat seperti Yuto juga Shiori. Dan untuk Keito, Ryosuke yakin kau juga bahagia disana bersama Ibumu. Meskipun singkat terimakasih telah menjadi bagian hidup Ryosuke.

Owari

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Saat Lelaki Jatuh Cinta


Apa yang lelaki lakukan saat jatuh cinta?
Aku selalu bertanya-tanya
Apakah mereka juga berdebar?
Apakah mereka juga merasa pipinya panas lalu memerah?
Sangking gugupnya bingung harus memulai pembicaraan dari mana?

Aku jadi teringat tentang kisah kawan lelakiku
Yang jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadisnya
Entah apa yang ia rasakan hingga memberanikan diri mencari tahu lebih dalam tentang gadisnya
Saat dirasa gadis itu terlalu jauh dari gapaiannya kulihat wajahnya sedikit muram
Namun tak disangka kesempatan utuk kembali bertemu gadisnya itu tiba
Aku ingat betul raut wajahnya yang tak pernah kulihat darinya saat Aku datang bersama gadisnya
Ia yang biasanya terlihat tegas dan serius mendadak terlihat linglung dan bingung
Mungkin otak dan hatinya sedang berkecamuk antara gengsi dan gejolak hatinya mengajaknya berbicara
Namun Aku bisa melihat rona bahagia dari wajahnya
Terlebih saat tangan keduanya bersentuhan berkenalan
Meskipun singkat namun aku bisa melihat kebahagiaan meluap-luap di hatinya
Sekarang terserah padamu kawan
Mengejarnya? atau melepasnya?





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS