お元気ですか。
hehe saya balik lagi bawa fanfic bikinan saya.
mmbb kalo nggak suka sama pairingnya maap ya.
anggap aja tokoh cewenya itu kamu :)
ahh iya posternya baru karna yg kemaren ada yg salah XD
dan kayaknya yg ini lebih bagus
douzo . . .
Title : Precious Live
Cast : Yabu Kouta, Kanon Fukuda, Ryutaro
Morimoto, Sayumi Mishichige,
Genre : sadly, romance, family
Rating : General
Length :
Languange : Indonesia
Sumarry:
‘hidup’ satu kata yg cukup sederhana namun penuh makna. Jika kau hidup kau bisa
melakukan hal-hal baru. Kau bisa menemukan orang yg tuhan pilih mendampingimu.
Kau bisa meraih semua impianmu. Kau bisa merasa kesal, marah, dan juga sakit.
Jika kau hidup.
Matahari baru saja menampakan diri
dari ufuk timur. Gemersik dedaunan bewarna kuning kecoklatan samar terdengar.
Satu persatu dedaunan itu meninggalkan ranting. Lalu melayang tertiup angin dan
berkumpul bersama kawannnya yg sudah mendarat terlebih dahulu.
Tak jauh dari tumpukan daun, gadis itu
duduk di bangku kayu itu. Ia masih mengenakan setelan piyama panjangnya.
Setelan jaket biru cerah melindungi dirinya dari cuaca dingin. Ia memakai
hoodie menutupi rambutny yg di cat kecoklatan. Jemari tangannya yg hampir
tertutupi lengan jaket meremas jaket itu. Matanya yg sembab kemerahan dan
berair. Bibirnya pucat menyerupai warna kulitnya sekarang.
“Fukuda!!
Fukuda!!” suara itu memanggil namanya.
Buru-buru ia bangkit mencoba
bersembunyi. Namun tubuhnya sempoyongan. Dengan sigap tangannya memegang batang
pohon agar tak jatuh. Ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah menyadari noda darah
mengotori bajunya. Sejak kapan hidungnya berdarah. Kenapa ia tak menyadarinya.
“Fukuda!!!”
suara itu semakin keras terdengar. Sekuat tenaga ia berusaha berlari, namun
tubuhnya tak mau menurutinya. Ia hanya bisa berjalan tertatih, dan pandangannya
semakin buram lalu menjadi gelap.
***
Ruangan putih itu begitu sunyi. Hanya
ada suara-suara alat kesehatan. Tubuh lemah itu berbaring diranjang hidungnya di
sumpal selang oksigen. Sunyi benar-benar sunyi. Hembusan angin musim gugur
memainkan gorden. Lalu menyentuh kulit pucatnya. Keduanya matanya masih
tertutup rapat meskipun angin mencoba membangunkannya.
Ceklek
Pintu putih itu akhirnya terbuka.
Seorang perawat cantik dengan name tag
bertuliskan ‘Michishige Sayumi’ menempel di seragamnya.
“are,
kenapa jendelanya kebuka. Yabu-kun kau pasti kedinginan.” Ucap gadis itu pada
pria yg masih terbaring tak bergerak.
Sayumi lalu melanjutkan tugasnya.
Dengan teliti ia mengecek keadaan pria ini. Selesai melaksanakan tugasnya
bukannya. Segera bergegas menuju kamar pasien lain. Sayumi memilih duduk di
kursi sambil memandangi pria yg masih terlelap ini.
“ne,
Yabu-kun. Kau sudah mendapatkannya kan. Kau tak akan mati hidupmu masih
berlanjut. Cepet bangun ya.” Sayumi menarik nafasnya panjang lalu membuangnya
pelan. Dadanya terasa sesak, sedari tadi ia hanya berbicara pada tubuh yg masih
belum bergerak.
“udah
dulu ya, aku harus lanjut kerja” sebelum beranjak, Sayumi kembali membetulkan
letak selimut. Berharap kehangatan selimut dapat membangunkannya. Namun begitu
tekejutnya ia melihat Yabu mulai bereaksi. Kelopak matanya mengerjap hendak
membuka. Seyum Sayumi merekah lebar.
“Yabu-kun”
Akhirnya
sepasang kelopak mata itu membuka dengan sempurna. Yabu Kouta, akhirnya ia
bangun dari tidurnya. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Cairan bening mulai
mengalir turun membasahi wajahnya. Tangis bahagianya pecah. Hidupnya belum
berakhir, hidupnya masih berlanjut. Ia pikir hidupnya akan berakhir di usianya
yg sudah menginjak 24 tahun ini seperti prediksi dokter. Ia benar-benar
bersyukur tuhan masih memberi kesempatan untuk menggapai mimpi-mimpinya yg
belum tercapai.
***
Sang
mentari sudah kembali ke peraduannya. Langit menjadi gelap gumpalan-gumapalan
angin hitam berarak menutupi kerlap kerlip bintang. Angin berhembus kencang.
Hujan sepertinya akan segera turun. Beberapa orang enggan keluar dari rumah.
Memilih menikmati makan malam di akhir pekan bersama keluarga di rumah.
Di
kediaman rumah Fukuda keluarga kecil itu sedang menikmati makan malam mereka. Sepasang
suami istri bersama anak perempuan mereka dan seorang anak laki-laki yg kini
menjadi anggota keluarga mereka. Usianya baru menginjak 17 tahun. Tahun ke 2 di
sekolah menengah atas. Rambutnya hitam kulitnya agak kecoklatan. Namanya
Shintaro.
“aji
wa dou??” Tanya nyonya Fukuda mencoba memecah keheningan.
“Aa,
oishii. Udah lama nggak makan enak kayak gini” jawabnya dengan nada ceria.
Berusaha menutupi semua kesedihan yg dirasakannya.
“waa
ureshii, Jya kau harus makan banyak.” Nyonya Fukuda lalu mengambilkan banyak
tempura untuk Shintaro.
“arigatou
gozaimasu” Shintaro menerimanya dengan senang hati seulas senyum akhirnya
menghias wajahnya. Ia bahagia menemukan keluarga baru yg sangat menyayanginya.
“haha,
benar tak usah sungkan. Benar kan Kanon.” Ucap Tuan Fukuda sambil melirik putri
kesayangannya.
“ahh,
eh iya benar” Kanon ikut membenarkan. DEG ketika matanya bertemu dengan adik
barunya. Wajah itu mendadak muncul, harus ia akui dia mirip kakaknya. Mendadak
hatinya berkecamuk tak terkendali. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia langsung
menundukan kepalanya, berusaha menguatkan hatinya. Shintaro yg melihatnya
merasa tak enak. Dengan cepat ia langsung melahap makan malamnya habis.
“gochisosama”
ucap Shintaro sambil mengatupkan kedua tangannya.
“aku
balik ke kamar dulu ya banyak PR” pamitnya. Ia tak ingin memperburuk suasana dengan
bertahan lebih lama di ruang makan.
Gadis
itu berjalan menyusuri jalanan sambil sesekali melihat ponselnya. Rambut
panjangnya dibiarkan tergerai. Sesekali angin memaikan rambutnya. Membuat
dirinya menggigil, ia merasa menyesal tak mengenakan pakaian hangat. Kini
langkah kakinya berhenti di depan rumah berpagar batubata merah bertuliskan
keluarga ‘Fukuda’. Kemudian memencet bel kediaman tersebut. Tak lama kemudian
wanita paruh baya membukakan pagar.
“konbawa,
Yamamoto Maika tomoshimasu. Etto Shintaro-kun ada?” ucapnya sopan.
“ahh
douzou”
Nyonya
Fukuda langsung mempersilahkan masuk. Ia naik ke lantai 2 menuju kamar
Shintaro. Lalu diketuknya pintu bertuliskan nama orang yg ia cari.
“Shintaro-kun
kau didalam? Aku masuk ya” tanpa menunggu persetujuan sang penghuni kamar ia
langsung memasuki ruangan. Shintaro ada disana sedang sibuk memperhatikan
sesuatu di meja belajarnya. Maika melepas ranselnya lalu duduk diranjang.
“hey
aku bawa komik kesukaanmu lho, nggak mau liat??” Shintaro tak merespon.
Merasa penasaran
Maika mendekat. Mendadak darahnya berdesir. Sedari tadi ia sedang menahan
tangisnya agar tak pecah. Ia menggenggam erat foto keluarga bahagia. Ayah dan
ibunya tersenyum bahagia menggandeng adik kecilnya. Sedangkan ia memeluk ibunya
erat. Sedangkan sang kakak duduk manis dipangkuan sang ayah. Mereka semua
tersenyum bahagia. Namun sekarang mereka semua meninggalkannya sendirian.
“Shintaro-kun,
daijoubu” hiburnya.
Punggung
shintaro mulai bergetar hebat. Maika merasa iba, matanya mulai berkaca-kaca. Pacarnya
itu mungkin terlihat kuat, namun ia tetap memiliki sisi lain dari dirinya.
Terlebih baru saja kehilangan kakak kesayangannya. Yg pergi menyusul ayah ibu
dan juga adiknya di surga. Gadis reflek memeluk punggung Shintaro hangat.
Tangisnya akhirnya benar-benar pecah.
“daijoubu,
keluarin aja semuanya, biar lega” ucap Maika sambil mengelus rambut Shintaro lembut.
Sebisa mungkin ia tak ikut menangis. Ia harus kuat.
“ada
aku disini” ia lalu meletakan dagunya di bahu kekasihnya. Ia tahu kehilangan
orang-orang yg di cintai menyedihkan. Rasanya ingin ikut menghilang dari dunia
ini. Maika tak ingin Shintaro berpikir seperti itu masih banyak orang yg
menyayanginya.
“ada
hal baik yg akan terjadi kan?” Maika mengangguk.
Tiktiktik
Tetesan
air hujan membasahi jendela kamar. Maika tersenyum.
“hora,
hujan turun karna kau menangis. Setelah hujan reda, aku yakin bintang-bintang
di langit bakal keliatan. Begitu juga denganmu, Shin”
“baka
~” Shintaro tersenyum mendengar analisis bodoh nan puitis yg keluar dari mulut
Maika. Namun ia berharap semuanya benar.
~tsuzuku~
0 komentar:
Posting Komentar