Itami
Author pov
Pagi ini
gumpalan-gumpalan awan memenuhi langit. Hari ini sedikit mendung. Padahal jam
sudah menunjukan pukul 8.30. Haruna, gadis itu berlari sekuat tenanga menuju
sekolahnya. Padahal tak biasanya ia terlambat seperti ini. Ya, pasti
penyebabnya karna kemarin ia pulang malam dan kelelahan bagaimana tidak.
Tenaganya terkuras habis membereskan apartemen Ryosuke. Haruna sedikit menyesal
membantu lelaki itu. Uhh tapi Haruna tak mau memikirkan hal itu. Yang
terpenting baginya sekarang yaitu sampai dikelasnya. Musim semi segera tiba,
itu artinya ia tak boleh membuang banyak waktunya untuk hal-hal yg tak
diperlukan. Seperti bolos sekolah ataupun terlambat 1 pelajaran sekalipun.
Haruna tak mau nilainya turun. Untuk menjadi seorang dokter bukankah dibutuhkan
nilai yg bagus. Meskipun ini baru tahun ke-2nya di SMA. Tapi Haruna ingin
berusaha sebisa mungkin demi mimpinya.
Nafasnya
sudah tak karuan ketika ia memasuki gerbang sekolah. Bergegas ia menuju
lokerya. Lalu menukar sepatu sekolanhnya dengan uwagi. Kemudian ia bergegas
meuju kelasnya. Karna ia datang hampir terlambat jadi kelas sudah penuh. Hanya
bangkunya yg masih kosong. Ya, bahkan Yuto yg biasa bolos ia hari ini
berangkat. Dan ia sedang di pojok sana. seperti biasa melayangkan kata-kata
kotor sambil sesekali meninju perut Teruto, targetnya hari ini.
Bukannya
duduk dibangkunya Haruna memilih menghampiri Yuto. Ia benar-benar tak tahan
melihat tigkah sobatnya itu.
“Yuto,
hentikan!” serunya. Tapi tak ada jawaban, Yuto mengabaikannya. Teman-teman
sekelasnya hanya bisa menelan ludah. Berharap tak ada hal yg lebih buruk
terjadi.
“YUTO!!”
kali ini dengan suara cukup keras, sambil menarik lenganYuto.
“URUSAI
YO!!”
Brukkk
Tubuh
gadis itu jatuh kelantai. Suasana kelas
makin terasa mencekam. Ekspresi wajah Yuto tak berubah, datar tak bisa terbaca.
Sedangkan wajah gadis itu memerah hampir menangis. Mio bergegas membantu gadis
itu bangun. Dan disaat bersamaan bel tanda pelajaran akan dimulai berbunyi.
Bukannya kembali duduk dibngku Yuto malah bergegas keluar dari kelas. Tak lama kemudian, Yabu-sensei juga tiba dikelas.
Sambil menahan air matanya Haruna duduk dibangkunya. Hatinya remuk, perasaannya
pagi ini tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sekuat tenaga Haruna berusaha
menenangkan hatinya. Kelas hari ini dimulai dengan pelajaran Biologi. Haruna
tak mau konsentrasinya buyar hanya karna hal tadi.
***
Langit
masih saja diselimuti gumpalan-gumpalan awan menghitam. Angin pun berhembus
cukup kencang. Haruna merpatkan syalnya. Udara dingin membuatnya menggigil. Di
cuaca seperti ini Haruna biasanya ingin cepat-cepat pulang kerumah, lalu
berendam air hangat. Tapi hari ini berbeda. Langkah kakinya membawanya ke
pemakaman umum. Perasaannya hari ini yg hancur tak karuan membuatnya ingin
bertemu adiknya. Menumpahkan rasa sedih, frustasi, dan kecewa ke sebuah batu
nisan bertulisan ‘Kawaguchi Haruka’. Meskipun
berusaha tak memikirkan kejadian tadi pagi. Ternyata itu hal yg sulit.
Konsentrasinya hari ini terpecah. Selama pelajaran pun, Haruna sulit mengikuti.
Haruna pikir perasaannya akan lega setelah datang kesini.
Haruna membakar dupa lalu mengatupkan kedua
tangannya. Sambil menutup kedua matanya, Ia berdoa adiknya tenang di alam sana.
Tanpa sadar pipinya mulai basah. Ia menangis, ekspresi dari perasaannya yg
sedang hancur itu akhirnya keluar. Ia bingung apa yg harus ia lakukan membuat
sahabatnya kembali seperti dulu. Ia juga kecewa sahabatnya itu benar-benar berubah.
Ditambah rasa rindunya pada adiknya.
Tetesan
air hujan perlahan jatuh menabrak tanah. Meninggalkan aroma khas. Lalu tetesan
itu jatuh semakin deras. Sama seperti air mata Haruna yg turun semakin deras.
Membiarkan air matanya hilang membaur bersama air hujan. berharap kesedihannya
juga larut dan hilang bersama air hujan. Tak perduli badannya mulai basah.
Tiba-tiba seseorang datang memayunginya dari air hujan.
“kamu
bisa sakit kalo ujan-ujanan kayak gini” ucap Pria itu, padahal kini Ia yg
hujan-hujanan karna payungnya digunakan untuk memayungi Haruna.
“Ya . .
. Yamada-kun? Hikss” bukannya berhenti Haruna menangis semakin menjadi-jadi.
Sampai-sampai dadanya penuh sulit bernafas. Yamada terlihat panik, namun
akhirnya ia sukses mebawa Haruna berteduh.
Tepat di
sebuah halte tak jauh dari pemakaman Haruna dan Yamada sedang berteduh. Haruna
sudah berhenti menangis. sedangkan Yamada sedang sibuk mengibas-ngibaskan jaketnya
yg basah terkena air. Haruna masih sibuk melamun sambil menatap air hujan yg
tak kunjung reda.
“abis ke
makam siapa tadi?” Yamada mencoba memulai pembicaraan.
“adikku”
jawabnya lirih. Kedua matanya yg sembab masih sibuk menatap tetesan air hujan.
“oh,
kamu nggak pengen tauk aku kesini ke makam siapa tadi?” tak ada reaksi dari
gadis itu. Diam membatu.
“bukan
saudara, ataupun teman. Dia bukan orang yg berharga buatku” seperti tak perduli
Yamada melanjutkan ucapanya. Kini ia duduk disamping Haruna. Gadis itu mulai
tertarik dengan pembicaraan Yamada. Jika bukan orang yg berharga untuknya untuk
apa datang berkunjung.
“namanya
Okamoto Keito” kini Haruna mulai menatap Yamada antusias.
“Aku
telah . . . membunuhnya” Haruna menatap Yamada percaya. Berusaha mencari tanda
perkataannya tadi bohong. Tapi Haruna tak menemukannya dimata coklatnya.
Suasana menjadi hening kembali hanya ada suara tetesan air hujan. Dalam
kesunyian itu, diam-diam seseorang memperhatikan mereka dari balik pohon tak
jauh dari situ. Matanya menatap tajam penuh amarah.
Tsuzuku
~
0 komentar:
Posting Komentar