Tomodachi Nareru kana?
Sendirian? sepertinya Aku memang ditakdirkan hidup dalam kesendirian. Teman, Orangtua semuanya membenciku. Rasanya mati membusuk disini pun tak apa.
Yamada
Pov
Cahaya
matahari menerobos masuk melalui sela-sela gorden kamarku. Hari sudah siang
tapi aku enggan bangun dari tempat tidurku. Badanku terlalu nyeri untuk diajak
bergerak. Sudah 2 hari ini aku terkurung disini. Di sebuah apartemen luas dan
sepi ini sendirian. Aku tak bisa bergerak leluasa. Bahkan obat dari Takagi
sensei, dokter pribadiku belum kuminum.
Hey,
kau tau bagaimana rasanya tak bisa melakukan apapun tanpa orang di sekitarmu.
Keluarga? Teman? Semuanya meninggalkanku. Ya ini salahku. Semua orang
membenciku. Keluargaku bahkan mengasingkanku di kota kecil ini. Kini aku
sendirian di sebuah apartemen yg luas dan hampa.
Sudah
hampir aku seminggu disini. Tapi aku belum memiliki teman. Bagaimana mau
mendapat teman. Hari pertamaku masuk. Nakajima Yuto, cowok jakung itu
menindasku tanpa ampun. Oh tuhan, kenapa kau menyiksaku seperti ini. Aku tahu
aku punya banyak dosa yg harus ku tebus. Tapi jika caranya seperti ini aku
sepertinya tak kuat. Rasanya tak masalah, jika aku mati membusuk disini sendirian.
Tak akan ada yg sedih kehilanganku. Bahkan mungkin teman-teman lamaku senang.
Yamada Ryosuke, cowok menjengkelkan dan sok penguasa itu membusuk kesepian.
Tingtong
Arghh,
siapa yg datang. Takagi sensei tak mungkin datang, jika aku tak memanggilnya.
Tingtong
“Yamada-san, Kawaguchi disini aku ingin menjengukmu”
Kawaguchi?
Ah iya dia gadis yg menolongku kemarin.
“Haik,
choto matte kudasai”
Dengan
susah payah dan sambil menahan nyeri aku membukaan pintu. Gadis dengan rambut
sebahu itu datang masih lengkap dengan seragam sekolah. Biar ku tebak pasti ia
belum pulang kerumahnya. Aku lalu mempersilahkannya masuk. Melihatku yg
kesusahan berjalan ia lalu memapahku. Lalu kami duduk di sofa empuk diruang
tengah.
“hey
gimana lukamu? Kok kayaknya masih sama kayak kemarin, jangan2 nggak minun
obatmu ya” aku hanya meringis pahit
tebakannya benar.
“kau
tinggal sendiri ya” ucapnya sambil melihat sekeliling. Ya meskipun apartemen
ini luas tapi tak banyak barang disini. Hanya perabotan seperlunya. Bahkan
dus-dus barang pindahanku belum selesai kutata. Mungkin ia menebaknya dari
situ.
“mm . .
.iya aku tinggal sendiri”
“aa,
kalo gitu biar aku yg bantuin kamu. Pertama ayo ganti perbanmu dulu.” Aku
menggeleng pelan.
“tak
usah, mending kamu pulang aja. Aku nggak pantes dibantu.” Mendengar
perkataanku, ia melotot ke arahku.
“hey
asal kau tahu ya, aku tak akan pernah meninggalkan orang kesusahan sepertimu
sendirian. Jadi kalo mau sembuh nurut deh sama aku” aku mendecak kesal, aku
memang kesepian tapi aku ingin sendirian.
“please,
pulanglah aku bisa sendiri” ucapku bohong. Bagaimana mau mengganti perban bisa
berjalan membukakan pintu seperti tadi saja, Sudah keajaiban. Aku hanya ingin sendiri. Tapi ia tak
mendengarku, ia malah sibuk mengeluarkan peralatan p3k dari dalam tasnya.
“sini
lenganmu”
“udah ku
bilang, tolong tinggalin aku sendiri!” ucapku marah. Gadis itu terdiam
mematung, kaget melihatku marah pastinya.
Kruyukkruyuk
Ck
perutku berbunyi nyaring sudah 2 hari ini aku tak makan memang. Aku tak tahu
harus memasang wajah seperti apa.
“hmmbtt
. . . hahaha” gadis itu tertawa terbahak-bahak.
“haha .
. . oke-oke, kayaknya mending aku memasakan sesuatu untukmu. Aku boleh pakai
dapurmu ya.” Aku mengangguk malu. Oh tuhan, semoga keputusanku
memperbolehkannya lebih lama disini adalah pilihan yg benar. Atau mungkin aku
bisa berteman dengannya?. Ah sudahlah lebih baik ku sejenak memejamkan mataku
sambil menunggunya selesai.
***
Aroma
harum masakan menusuk hidungku. Semangkuk nasi dan sepiring lauk sudah berada
di hadapanku. Aku mulai melahapnya
pelan. Sejenak ku lirik dirinya yg sedang sibuk membereskan dapur. Kupikir aku
bisa berteman baik dengannya.
“Yamada-kun,
aku sudah selesai. Aku pamit dulu ya”
“nggak
boleh” ia menatapku penuh tanda Tanya.
“kau
bilang tak bisa membiarkan orang kesusahan sendirian, kau tak liat apartemenku
berantakan seperti ini. Ayo bereskan.” Ucapku memerintah. Sedikit tak tega
sebenarnya, tapi ia ingin berbuat baik bukan. Hehe, rasanya senang melihat
wajah kesalnya.
“hey!
Uhh, oke aku bakal konsisten sama kata-kataku tadi” aku tersenyum melihat
dirinya yg pasrah. Ia pun bergegas
membereskan partemenku. Sedangkan aku sibuk memakan masakannya. Hahaha, sudah
lama aku tak mengerjai orang.
***
Kawaguchi
Haruna, nama yg cantik. Lagi-lagi aku diam-diam memandanginya. Tengannya
terlihat cekatan mengganti perban yg melilit lenganku. Bola mata indahnya
memancarkan keseriusannya mengobati lukaku. Samar-samar kulihat binar kepuasan
didalam mataya. Kurasa ia menyukai pekerjaan ini.
“Kawaguchi-san,
kamu pengen jadi dokter ya?” selidikku bertanya.
“panggil
Haruna aja, mm iya aku pengen jadi dokter mangkanya aku suka bantuin orang yg
lagi sakit kayak kamu ini” aku mengangguk mengerti.
“udah
nih, kamu istirahat ya. Obatnya udah aku taruh sini, sama minum dan beberapa
potong roti biar kamu nggak usah repot-repot kedapur. Aku balik dulu dah malem
nih.” Aku mengangguk. Gadis ini baik sekali padaku. Aku menjadi merasa berslah
mengerjainya tadi.
“makasih
ya” ucapku tulus. Ia mengangguk pelan. Tak lama kemudian tubuhnya menghilang di
balik pintu. Hari ia banyak membantuku.
Kurasa aku harus membalas kebikannya suatu hari nanti. Dan kupikir aku harus berteman
baik dengannya.
Tsuzuku
~
0 komentar:
Posting Komentar