ghee na chan. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Please, Stop Bully Him!!! (5/11)




Yakimochi (Kecemburuan) 
Hatiku terasa panas, melihat gadis yang ia cintai bersama orang lain. Oh tuhan apa yang harus kulakukan??


Yuto pov

Langit yg semakin menghitam disertai angin kencang yg berhembus memaikan rambutkut. Langkahku terus berjalan mengikuti Haruna. Seperti seorang stakler memang. Tapi aku tak perduli, aku ingin meminta maaf padanya. Wajah itu, aku telah membuatnya memasang wajah sedih seperti itu. Oh tidak apa yg telah kulakukan. Bahkan aku tak sanggup menatap wajahnya. Aku memilih keluar kelas dan mengawasinya dari jauh. Pengecut ya aku memang pengecut. Aku memilih kabur dibanding meminta maaf padanya. Jujur saja aku tak sanggup melihat wajahnya. Wajah yg sama persis dengan kekasihku kadang membuatku tersiksa. Rasanya hatiku seperti tersayat oleh pisau berkarat bila menatapnya. Aku masih belum sanggup menerima Haruka sudah pergi. 

Langkahku terhenti di gerbang pemakaman umum ini. Darahku berdesir, dadaku terasa sesak. Memori-memori masa lalu muncul bergantian dalam kepalaku. Oh tuhan kenapa kepalaku sakit sekali.  

“argh . . .” kuremas rambut hitamku sambil menahan sakit.

Tiktiktik . . .

Tetesan air mulai membasahi tanah, membuat aroma khas muncul. Aroma nolstagia dan ditempat yg nolstagia pula. Hujan semakin deras, rasa sakit ini masih mengerogoti kepalaku. Memori-memori itu bergantian muncul. Setelah cukup lama akhirnya rasa sakit itu hilang. Saat kusadar bayangan punggung gadis itu menghilang. Haruna, ah bukan itu punggung Haruka. Aku sangat mengenalnya, jika sedang marahan Haruka memang selalu datang kesini. Ke makan nenek tercintanya. Ya, aku akan meminta maaf padannya ku tahu kusalah telah kasar kepadanya. 

Kuputuskan kembali mencarinya. Tak jauh langkahku melangkah, kakiku kembali sulit digerakan. Wajahku memucat, apa yg kulakukan. Kenapa aku membiarkan kekasihku menangis sendiri disana. Dan yg lebih menyakitkan lagi. Kenapa bukan aku yg memayunginya dari air hujan tapi lelaki lain. Oh tuhan kenapa rasanya kaki ini sulit sekali untuk digerakan. Harusnya aku yg disana menghiburnya.
Kini mereka sedang berteduh hatle tak jauh dari pemakaman. Dan hal yg kulakukan masih sama, mengawasi mereka dari jauh. Oh tuhan rasanya aku tak tahan melihat mereka berduan seperti itu. Tak ada perlakuan mesra dari Yamada atau sebaliknya. Tapi aku melihat Yamada menyukai gadisku ya Haruka. Dan itu tak boleh terjadi. Hey, dia itu milikku. Tak boleh ada yg memilikinya selain aku. 

Brukk

Aku menghantamkan buku-buku tanganku ke pohon. Terasa nyeri memang, tapi ini tak seberapa dengan nyerinya hatiku. Tak lama kemudian bus yg mereka tunggu datang. Tapi aku heran kenapa Yamada tinggal. Ahh benar ini kesempatan untukku. Aku berlari mendekatinya. Ia terlihat kaget melihat kehadiranku. Dengan hitungan detik aku sudah membuatnya tersungkur ditanah.

“arghh” erangnya kesakitan sambil memegangi hidungnya yg berdarah. 

“hey! Kau tak boleh mendekatinya?!” ucapku lantang sambil meremas kerah bajunya. Kutatap matanya dalam-dalam membuktikan aku sedang serius.

“cemburu ya” ucapnya sinis. Emosi semakin meluap tak karuan. Aku kembali memukul wajahnya. Tapi tatapannya selalu seperti itu. Seakan-akan menantangku melakukan hal lebih dari ini.

“kubunuh kau!” ucapku lantang, kemudian kembali meninju wajahnya.

“bunuh?! Silahkan saja, dan kau pasti akan menyesal, dihantui rasa bersalah” Ucapnya terlihat serius. Kulepaskan kerah bajunya lalu bergegas pergi. Kupikir aku juga tak akan melakukan hal bodoh itu. Yang ada dalam pikiranku sekarang hanya ada Haruka aku ingin bertemu dengannya.

*** 

Hujan sudah reda. Perlahan awan kehitaman itu menghilang. Menyisakan langit gelap yg mulai berbintang. Langkahku terhenti di depan pagar rumah keluarga Kawaguchi. Rumah yg cukup sederhana, padahal sang kepala keluarga seorang kepala rumah sakit. Aku lalu mencoba memencet bel rumah itu. Tak lama kemudian seseorang datang membukakannya.

“yuto-kun” wajahnya terlihat kaget melihatku.

“aku datang mau minta maaf, aku bawa oleh-oleh lho” ucapku sambil memperlihatkan sekotak kue yg kubawa. Kulihat ada ia tersenyum kecil. Ia lalu mempesilahkanku masuk. Kami duduk di ruang tamu. Secangkir teh melengkapi teman berbincang kami malam ini.  Haruka terlihat antusias saat memotong kue lalu memindahkannya ke piringnya. Aku melihat sekeliling rumah. Sepi, sepertinya hanya kami yg ada dirumah ini. Ayahnya pasti sedang bekerja, sedangkan Ibunya memang sudah lama meninggal. Tapi  dimana Haruna. Ia kan sangat menyukai kue yg kubawa ini.

“Haruna mana? Dia pasti senang makan kue ini”

Cranggg 

Piring yg dipegangnya terjatuh menabrak lantai. Membuat kue itu jatuh berhamburan. Ekspresi wajahnya berubah. Kaget bercampur sedih, itu yg bisa kutangkap.

“haruka, kau kenapa?”

“Pergi!! Haruka udah mati!!” ucapnya lantang. Hatiku terbakar mendengar perkataannya. Tanpa sadar aku melayangkan tamparan pada pipinya.

 “arghh”erangnya kesakitan. Merasa bersalah aku memeluknya supaya ia merasa lebih tenang. Tapi ternyata tidak. Ia makin memberontak.

“Haruka sudah mati!” Kuremas kerah bajunya erat, membuatnya sulit bernafas. Tapi aku tak perduli,  aku tak suka kata-katanya itu. Tak ada yg bisa membuktikannya. Aku lalu membopong gadis ini menuju kamar Haruka. Lalu meleparkannya ke kasur.

“lihat sendiri kan, kamar ini rapi tak pernah di pakai, aku ini Haruna bukan Haruka!!”

“aku nggak percaya!! Wajah itu. Itu wajah Haruka aku sangat mengenalnya.”

“Yuto-kun, ini aku Haruna percayalah. Haruka sudah mati!!” ohh tidak aku benar tak suka mendengar kata-kata itu. Rasanya ada api yg membakar hatiku. Tiap kata-kata itu terucap. Apinya semakin besar.

Plakk

Lagi-lagi aku menamparnya. Setan telah menguasai pikirannku aku tak bisa berpikir jernih.

“diam! Baik, ada satu cara untuk membuktikannya.”

“memang apa? Silahkan saja! Karna Haruka memang sudah mati!” arghhh, kata-kata itu lagi. Jangan salahkan aku jika kau menyesal. Kau benar-benar membuatku marah. Keremas kerah bajunya lagi, wajahnya terlihat memucat. Aku tersenyum sinis, ada rasa puas dalam diriku. Kutarik paksa kedua sisi bajunya. Membuat kancing-kancing itu berjatuhan ke lantai.

“Haruka sayang maaf ya jika kali ini aku agak kasar” bisikku pelan.


Tsuzuku ~

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar