ghee na chan. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Keluarga Hura-hura Sumkid (2/?)

Cerita ini buat berdasarkan kisah nyata dengan sedikit bumbu penyedap. Kesamaan nama tokoh di dunia nyata memang disengaja. 

#NulisRandom2017 #Day3

JJP (Jalan-jalan pagi)



Ini kisah hari minggu pertama semenjak kedatangan keluarga besar Opah Lutfi. Warga desa sumub kidul sangat terkenal dengan keramahannya. Terutama anak-anaknya. Dengan antusias mereka mendatangi rumah keluaga besar itu sekedar menyapa dan juga mengajak main. Sayang cucu-cucu omah Aul tak semuanya senang bermain diluar bermadikan cahaya matahari. Takut kulit gosong lah, capek lah. Mereka lebih senang mendekam dalam rumah bermain gadget.

Tak tega melihat bocah-bocah itu, omah Aul mencoba membaur dengan mereka. Dan tak diragukan lagi, hidup puluhan tahun membesarkan anak-anak dan cucu-cucunya. Bocah-bocah itu mulai nyaman dengan Omah. Sebagai pensiunan bidang kesehatan Omah mencoba menularkan budaya hidup sehat pada bocah-bocah itu.

“Ada 7 langkah cara cuci tangan, mulai dari depan hingga kebelakang”

Lagu itu tak henti-hentinya di dengungkan tiap harinya jika bocah-bocah itu datang.
Hari itu setelah selesai bernyanyi bersama omah. Salah satu anak berumur 5 tahun dengan gigi ompong mengajukan sebuah undangan terbuka. Namanya Eza.

“Omah Aul, nanti minggu pagi jalan-jalan keliling desa yuk” Ucapnya sambil memamerkan giginya yang tak utuh lagi. Yang ditanya hanya bisa mengembangkan senyum lebar. Bukan tanpa alas an Omah tak menjawab cepat. Ia tahu persis tabiat keluarga besarnya. Hampir semuanya terkena penyakit mager alias malas gerak. Namun disisi lain ia tak mau membuat bocah-bocah ini kecewa.

“Nanti coba di omongin ke yang lain dulu ya” Bocah itu menggangguk mengerti dan langsung kembali kerumahnya.


***


Hari yang dijanjikan pun tiba. Langit pagi itu di penuhi dengan awan hitam. Tepat setelah salam sholat shubuh bocah-bocah itu memanggil dari luar.

“omah Aul!!”

“Iya-iya sebentar”

Setelah berdiskusi sebentar dengan teman sekamar sekaligus anak-anaknya. Dhafina dan Ghina ikut menemani. Dengan baju apa adanya bekas tidur tadi malam. Terlalu malas mengganti pakaian dan memoles wajah. Mereka memulai perjalanan mereka dari jalan setapak kecil depan rumah. Mengikuti aliran sungai kecil itu. Bocah-bocah itu berjalan bergerombol, mengitari Omah Aul. Sambil mendendangkan lagu-lagu  anak mereka berjalan riang mengelilingi desa.

Hamparan karpet hijau sejauh mata memandang. Aliran sungai kecil berdampingan dengan jalan setapak. Semalam turun hujan rupanya beberapa lubang di jalan digenangi air coklat bercampur tanah. Baru belasan meter berjalan mereka melihat pemandangan tak bisa di dam aliran sungai. Seorang pria tua dengan santainya jongkok disana membayar setoran rutinnya. Dan lelaki tua itu dengan santainya menatap jalan. Mereka bertiga saling melempar pandangan bingung harus bagaimana.

“Pura-pura nggak liat aja” Mereka pun akhirnya memutuskan seperti itu.
Setelah di telusuri lewat wawancara dadakan kepada bocah-bocah itu. Warga desa ini memang punya kebiasaan setor harian di aliran sungai kecil. Tak hanya yang rumahnya berada di pinggiran kali kecil itu. Bahkah ada yang rela datang jauh-jauh demi melaksanakan kewajibannya.

Tak terasa kini mereka menginjak jalanan beraspal. Namun jalanan yang berlubah cukup besar cukup mengganggu. Was-was saat ada kendaraan lewat, takut kecipratan. Maklum stok baju sudah menipis. Meskipun tak banyak peluh mulai merembes dari pori-pori kulit mereka.

4 anak perempuan yang dengan pakaian kembar tapi tak sama berjalan berjejer di barisan paling depan. Lagi-lagi mereka kompak membuka jaketnya, merasa kepanasan sepertinya. Dan lagi-lagi 3 orang dewasa itu kembali terkejut melihat tulisan di punggung 4 bocah itu.

“Eh ciyee kok kalian kompakan sih kayak, gilrband korea aja bajunya” Ke-4 bocah itu hanya cengar-cengir tanpa komentar.

“itu di belakangnya tulisannya beda-beda, dipilihin?”

“nggak kok kita milih sendiri”

“kalian maksud tulisan dipunggung kalian nggak?” Mereka hanya cengar-cengir entah apa maksudnya. Malu karna tak tahu, atau sebaliknya.

Ke-3 orang dewasa itu mengelus dada. Bocah-bocah SD jaman sekarang cepat puber ternyata. Dan sepertinya mereka juga sudah punya tambatan hati masing-masing. Meskipun hanya dalam status ‘ledek-ledekan’. Bahkan salah satu dari mereka keceplosan berbicara pernah melihat film dewasa.

Masa kecil yang penuh kepolosan dan rasa penasaran tersalurkan pada hal yang salah. Zaman telah berubah. Entah siapa yang harus disalahkan, pendidikan? Tontonan tv? Orangtua? Lingkungan?. Takkan ada habisnya jika saling menyalahkan. Sebagai generasi peneruh bangsa itu adalah tugas berat kita untuk meluruskan semuanya.

~to be continue~

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar